
Pihaknya menyebut bahwa suatu kejahatan yang terstruktur, masif, dan sistematis dapat terjadi disebabkan lemahnya pengawasan aparat kepolisian atau bahkan adanya keterlibatan oknum, sehingga kejahatan dapat terlaksana dengan terkoordinasi.
Ia berpendapat bahwa kasus oplosan BBM terjadi karena adanya legitimasi dari aparat penegak hukum (APH). Pasalnya, setiap stasiun pengisian BBM (Pertamina) tidak terlepas dari pengawasan dan pengawalan APH.
Ketua Eksternal PKC PMII Sultra, Sarwan S.H, menegaskan bahwa ini merupakan sindikat kejahatan yang telah terakomodir. Oleh karena itu, ia meminta Kapolda Sultra segera menyelidiki kasus ini hingga tuntas. “Ini merupakan tanggung jawab bidang pengawasan. Artinya, jangan hanya dilimpahkan ke BPH Migas dan Pemda, sebab yang memiliki wewenang penyidikan adalah kepolisian,” tegasnya.
Selain itu, PKC PMII Sultra mengecam pernyataan Ketua Hiswana Migas Sultra yang terkesan menutupi fakta kasus ini, padahal telah merugikan puluhan kendaraan masyarakat. Ia menilai bahwa Ketua Hiswana Migas harus segera diperiksa karena diduga menyembunyikan suatu kejahatan yang jelas-jelas telah merugikan masyarakat dan negara. Sesuai Pasal 184 ayat (2) KUHAP, ia menegaskan bahwa kasus ini sudah diketahui secara umum, sehingga tidak perlu lagi pembuktian lebih lanjut mengenai kejahatan BBM oplosan ini.
Lebih lanjut, PKC PMII Sultra juga menduga adanya praktik monopoli dalam distribusi BBM yang turut memperparah peredaran BBM oplosan. Sarwan menilai bahwa jika penyelidikan dilakukan secara serius, akan terungkap bahwa bukan hanya masalah pengoplosan BBM yang terjadi, tetapi juga adanya indikasi permainan harga dan distribusi yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.
“Jika kita melihat lebih dalam, ada kemungkinan bahwa jaringan ini tidak hanya mengoplos BBM, tetapi juga mengatur distribusi dan harga secara sepihak, yang akhirnya merugikan masyarakat kecil. Ini bukan hanya tindak pidana biasa, tetapi juga kejahatan ekonomi yang harus dibongkar,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Ketua Eksternal PKC PMII Sultra mendesak agar penyelidikan dilakukan berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Secara kelembagaan, kami menganggap kasus ini sebagai kejahatan yang menindas rakyat kecil. Ini bukan hanya merugikan daerah, tetapi juga negara. Jika dibiarkan, dampaknya akan semakin luas dan menyengsarakan masyarakat kecil,” pungkasnya.
Penulis:illa Syafitri